MPR-RI Minta Lambang Aceh Jangan Jadi Kepentingan Politik


Pangdam Kodam Iskandar Mudah: Menyarankan rakyat Aceh menurunkan bendera bulan bintang 

BANDA ACEH-Pembahasan lambang Aceh yang berlarut-larut dinilai dapatmerugikan kepentingan rakyat besar, terutama
bagi rakyat Aceh terprovokasi dengan lambang dan bendera Aceh.“Pembicaraan masalah lambang Aceh semoga tidak meninggalkan kepentingan rakyat yang lebih besar dibandingkan dengan lambang Aceh. Namun, Jauh lebih penting kemaslahatan rakyat untuk diperhatikan seperti pembangunan,” ujar anggota MPR RI Wahidin Ismail, di Banda Aceh Selasa (18/6).

Dalam penentuan Lambang dan bendera Aceh,katanya, bukan untuk mencari kepentingan sekelompok, akan tetapi untuk kepentingan rakyat Aceh, sehingga akan konstitusi yang
menentukan.“Kalau kita lihat selama ini antara pusat dan daerah belum ada kesepakatan mengenai lambang dan bendera Aceh. Kita
berharap hal ini bukan menjadi kepentingan politik. Tujuan utama berbangsa dan bernegara untuk kesejahteraan rakyat,”paparnya.

Sehingga, lanjutnya, sebagai bangsa yang bernaung dibawah Negara kesatuan republik Indonesia, sebuah Negara besar tentu tidak ingin larut dengan masalah membuat perpecahan.
Akan tetapi, mencari titik persamaan dan perdamaian.“Provinsi Aceh memang istimewa dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia,” imbuhnya.

Namun lambang dan bendera Aceh tidak bertentangan dengan bentuk yang digunakan masa konflik dan simbol bendera sparatis.
Dengan demikan, Aceh dapat menjalani keseimbangan demokrasi.“Selama ini disebuah Negara besar sering mengalami masalah kerusuhan disebabkan mengenai buruh, pilkada dan masalah tanah,” pungkas pria dengan Dapil asal papua barat ini.

SERUAN PANGDAM ISKANDAR MUDA

PANGLIMA Kodam Iskandar Muda Mayjen TNI Zahari Siregar menyarankan rakyat Aceh menurunkan bendera bulan bintang yang telah dikibarkan di berbagai daerah. Sebab belum ada keputusan dari Pemerintah Pusat tentang bendera Aceh.

Hal tersebut disampaikan Pangdam Zahari Siregar saat konferensi pers usai membuka acara Karya Bakti dan Bakti Sosial TNI di Batuphat, Muara Satu, Lhokseumawe, Selasa, 18 Juni 2013.

“Bendera-bendera yang ada, yang sekarang sedang berkibar, sebelum ada keputusan yang sah dari Pemerintah Pusat, diizinkan atau tidak? Saya sarankan supaya diturunkan saja,” ujar Pangdam Zahari Siregar.

Pangdam Zahari Siregar mengatakan, Aceh tetap berada dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. "Jadi merah putih yang menjadi lambang kita,” ujar jenderal bintang dua ini.

Sebelumnya diberitakan, Pangdam Iskandar Muda Mayjen TNI Zahari Siregar membuka acara Karya Bakti dan Bakti Sosial TNI Angkatan Darat, di Lapangan Batuphat, Kecamatan Muara Satu,
Lhokseumawe.

ACEH SUDAH MERDEKA SEBELUM NKRI LAHIR

NKRI secara resmi baru merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945. Sedangkan Nanggroe Aceh Darussalam sudah berabad-abad sebelumnya merdeka, memiliki hukum kenegaraan (Qanun)nya sendiri, menjalin persahabatan dengan negeri-negeri seberang lautan, dan bahkan pernah menjadi bagian (protektorat) dari Kekhalifahan Islam Tuki Utsmaniyah.

Jadi, bagaimana bisa sebuah negara yang merdeka dan berdaulat sejak abad ke-14 Masehi, bersamaan dengan pudarnya kekuasaan Kerajaan Budha Sriwijaya, dianggap memberontak pada sebuah Negara yang baru merdeka di abad ke -20?

Nanggroe Aceh Darussalam merupakan negara berdaulat yang sama sekali tidak pernah tunduk pada penjajah Barat. Penjajah Belanda pernah dua kali mengirimkan pasukannya dalam jumlah yang amat besar untuk menyerang dan menundukkan Aceh, namun keduanya menemui kegagalan, walau dalam serangan yang terakhir Belanda bisa menduduki pusat-pusat negerinya.

Sejak melawan Portugis hingga VOC Belanda, yang ada di dalam dada rakyat Aceh adalah mempertahankan marwah, harga diri dan martabat, Aceh Darussalam sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat berdasarkan Qanun Meukuta Alam yang bernafaskan Islam.

Saat itu, kita harus akui dengan jujur, tidak ada dalam benak rakyat Aceh soal yang namanya membela Indonesia. Sudah ratusan tahun, berabad-abad Kerajaan Aceh Darussalam berdiri dengan tegak bahkan diakui oleh dunia Timur dan Barat sebagai “Negara” yang merdeka dan berdaulat.

Istilah “Indonesia” sendiri baru saja lahir di abad ke-19. Jika diumpamakan dengan manusia, maka Aceh Darussalam adalah seorang manusia dewasa yang sudah kaya dengan asam-garam kehidupan, kuat, dan mandiri, sedang “Indonesia” masih berupa jabang bayi yang untuk makan sendiri saja belumlah mampu melakukannya.

Banyak literatur sejarah juga lazim menyebut orang Aceh sebagai “Rakyat Aceh”, tapi tidak pernah menyebut hal yang sama untuk suku-suku lainnya di Nusantara. Tidak pernah sejarah menyebut orang Jawa sebagai rakyat Jawa, orang Kalimantan sebagai rakyat Kalimantan, dan sebagainya. Yang ada hanya rakyat Aceh. Karena Aceh sedari dulu memang sebuah bangsa yang sudah merdeka dan berdaulat.

* Dipersatukan Oleh Akidah Islamiyah

Kesediaan rakyat Aceh mendukung perjuangan bangsa Indonesia, bahkan dengan penuh keikhlasan menyumbangkan segenap sumber daya manusia dan hartanya untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia—lebih dari daerah mana pun di seluruh Nusantara, adalah semata-mata karena rakyat Aceh merasakan ikatan persaudaraan dalam satu akidah dan satu iman dengan rakyat Indonesia yang mayoritas Muslim.

Ukhuwah Islamiyah inilah yang mempersatukan rakyat Aceh dengan bangsa Indonesia. Apalagi Bung Karno dengan berlinang airmata pernah berjanji bahwa untuk Aceh, Republik Indonesia akan menjamin dan memberi kebebasan serta mendukung penuh pelaksanaan syariat Islam di wilayahnya. Sesuatu yang memang menjadi urat nadi bangsa Aceh.

Namun sejarah juga mencatat bahwa belum kering bibir Bung Karno mengucap, janji yang pernah dikatakannya itu dikhianatinya sendiri. Bahkan secara sepihak hak rakyat Aceh untuk mengatur dirinya sendiri dilenyapkan. Aceh disatukan sebagai Provinsi Sumatera Utara. Hal ini jelas amat sangat menyinggung harga diri rakyat Aceh.

Dengan kebijakan ini, pemerintah Jakarta sangat gegabah karena sama sekali tidak memperhitungkan sosio-kultural dan landasan historis rakyat Aceh. Bukannya apa-apa, ratusan tahun lalu ketika masyarakat Aceh sudah sedemikian makmur, ilmu pengetahuan sudah tinggi, dayah dan perpustakaan sudah banyak menyebar seantero wilayah, bahkan sudah banyak orang Aceh yang menguasai bahasa asing lebih dari empat bahasa, di wilayah yang sekarang dikenal sebagai Provinsi Sumatera Utara pada waktu itu, manusia-manusia yang mendiami wilayah itu masih berperadaban purba. Masih banyak suku-suku kanibal, belum mengenal buku, apa lagi baca-tulis. Hanya wilayah pesisir yang sudah berperadaban karena bersinggungan dengan para pedagang dari banyak negeri.

Saat perang mempertahankan kemerdekaan melawan Belanda pun, bantuan dari Aceh berupa logistik dan juga pasukan pun mengalir ke Medan Area. Bahkan ketika arus pengungsian dari wilayah Sumatera Utara masuk ke wilayah Aceh, rakyat Aceh menyambutnya dengan tangan terbuka dan tulus. Jadi jelas, ketika Jakarta malah melebur Aceh menjadi Provinsi Sumatera Utara, rakyat Aceh amat tersinggung.

Tak mengherankan jika rakyat Aceh, dipelopori PUSA dengan Teungku Daud Beureueh, menarik kembali janji kesediaan bergabung dengan Republik Indonesia di tahun 1953 dan lebih memilih untuk bergabung dengan Negara Islam Indonesia (NII) yang lebih dulu diproklamirkan S. M. Kartosuwiryo di Jawa Barat. Ini semata-mata demi kemaslahatan dakwah dan syiar Islam. Dengan logika ini, Aceh bukanlah berontak atau separatis, tapi lebih tepat dengan istilah: menarik kembali kesediaan bergabung dengan republik karena tidak ada manfaatnya.

Pandangan orang kebanyakan bahwa Teungku Muhammad Daud Beureueh dan pengikutnya tidak nasionalis adalah pandangan yang amat keliru dan a-historis. Karena sejarah mencatat dengan tinta emas betapa rakyat Aceh dan Daud Beureueh menyambut kemerdekaan Indonesia dengan gegap-gempita dan sumpah setia, bahkan dengan seluruh sisa-sisa kekuatan yang ada berjibaku mempertahankan kemerdekaan negeri ini menghadapi rongrongan konspirasi Barat.

* Cara Pandang ‘Majapahitisme’

Mengatakan Aceh pernah melakukan pemberontakan terhadap NKRI merupakan cara pandang yang berangkat dari paradigma ‘Majapahitisme’. Bukan hal yang perlu ditutup-tutupi bahwa cara pandang Orde Lama maupun Baru selama ini terlalu Majapahitisme’ atau Jawa Sentris, semua dianggap sama dengan kultur Jawa Hindu. Bahkan simbol-simbol negara pun diistilahkan dengan istilah-istilah sansekerta, yang kental pengaruh Hindu dan paganisme yang dalam akidah Islam dianggap sebagai syirik, mempersekutukan Allah SWT dan termasuk dosa yang tidak terampunkan.

Bukankah suatu hal yang amat aneh, suatu negeri mayoritas Islam terbesar dunia tapi simbol negaranya sarat dengan istilah Hindu. Ini merupakan suatu bukti tidak selarasnya aspirasi penguasa dengan rakyatnya. Padahal Islam tidak mengenal, bahkan menentang mistisme atau hal-hal berbau syirik lainnya. Rakyat Aceh sangat paham dan cerdas untuk menilai bahwa hal-hal seperti ini adalah sesuatu yang tidak bisa diterima.

Sosio-kultural raja-raja Jawa sangat kental dengan nuansa Hinduisme. Raja merupakan titisan dewa, suara raja adalah suara dewa. Sebab itu, di Jawa ada istilah “Sabda Pandhita Ratu” yang tidak boleh dilanggar. Raja di Jawa biasa berbuat seenaknya, bisa menciptakan peraturanya sendiri dan tidak ada yang protes ketika dia melanggarnya. Malah menurut beberapa literatur sejarah, ada raja-raja di Jawa yang memiliki hak untuk “mencicipi keperawanan” setiap perempuan yang disukainya di dalam wilayah kekuasaannya. Jadi, ketika malam pengantin, mempelai perempuan itu bukannya tidur dengan sang mempelai laki, tetapi dengan rajanya dulu untuk dicicipi, setelah itu baru giliran sang mempelai lelaki.

Ini sangat bertentangan dengan sosio-kultural para Sultan dan Sultanah di Kerajaan Aceh Darussalam. Dalam Islam, penguasa adalah pemegang amanah yang wajib mempertanggungjawabkan kepemimpinannya di hari akhir kelak kepada Allah SWT.

Kerajaan Aceh Darussalam saat diperintah oleh Sultan Iskandar Muda telah memiliki semacam Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Permusyawaratan Rakyat (DPR-MPR) yang hak dan kewajibannya telah di atur dalam ‘Konstitusi Negara” Qanun Meukota Alam. Ada pula Dewan Syuro yang berisikan sejumlah ulama berpengaruh yang bertugas menasehati penguasa dan memberi arahan-arahan diminta atau pun tidak. Aceh juga telah memiliki penguasa-penguasa lokal yang bertanggungjawab kepada pemerintahan pusat. Jadi, seorang penguasa di Kerajaan Aceh Darussalam tidak bisa berbuat seenaknya, karena sikap dan tindak-tanduknya dibatasi oleh Qanun Meukuta Alam yang didasari oleh nilai-nilai Quraniyah.

Jadi, jelaslah bahwa sosio-kultur antara Nanggroe Aceh Darussalam dengan kerajaan-kerajaan Hindu amat bertolak-belakang.

Nangroe Aceh Darussalam bersedia mendukung dan menyatukan diri dengan NKRI atas bujukan Soekarno, semata-mata karena meyakini tali ukhuwah Islamiyah. Namun ketika Aceh dikhianati dan bahkan di masa Orde Lama maupun Orde Baru diperah habis-habisan seluruh sumber daya alamnya, disedot ke Jawa, maka dengan sendirinya Aceh menarik kembali kesediaannya bergabung dengan NKRI. Aceh menarik kembali kesepakatannya, bukan memberontak. Ini semata-mata karena kesalahan yang dilakukan “Pemerintah Jakarta” terhadap Nanggroe Aceh Darussalam.

Dan ketika Nanggroe Aceh Darussalam sudah mau bersatu kembali ke dalam NKRI, Gerakan Aceh Merdeka (GAM) bersedia meletakkan senjatanya dan memilih jalan berparlemen, Aceh sekarang dipimpin seorang putera daerahnya lewat sebuah pemilihan yang sangat demokratis, maka sudah seyogyanya NKRI memperlakukan Aceh dengan adil dan proporsional.

Puluhan tahun sudah Aceh menyumbangkan kekayaannya untuk kesejahteraan seluruh Nusantara, terutama Tanah Jawa, maka sekarang sudah saatnya “Jawa” membangun Aceh. Mudah-mudahan ‘kesepakatan’ ini bisa menjadi abadi, semata-mata dipeliharanya prinsip-prinsip keadilan dan saling harga-menghargai.

Benang merah raja dari Karo (sumut) dengan Kerajaan Aceh

 Raja selalu menggenggam tombak bintang dan menunggangi kuda putih setiap kali memimpin pasukannya bergerilya melawan Belanda 

Adri Istambul Lingga Gayo mengenakan pakaian kebesarannya. Setelan jas warna gelap dengan dasi merah melengkapi bulang-bulang (penutup kepala), buka bulu (kain segitiga penutup pundak belakang), dan selempang yang berwarna senada. Hari itu, Kamis pertama Juni ini, Adri menjadi penggagas sekaligus pemimpin upacara ngampeken tulan-tulan bagi leluhurnya, Raja Senina Lingga.

Merupakan keturunan langsung (golongan sembuyak) Raja Senina Lingga, Adri berasal dari kalangan bangsawan Sibayak Lingga generasi kedelapan. Dia adalah keturunan langsung dari Sibayak Lingga Raja Kin, salah satu dari lima putra Raja Senina Lingga. Menurut pemaparan Adri dalam upacara ngampeken tulan-tulan, Raja Senina Lingga dalam hidupnya menikahi sepuluh istri dan memiliki sepuluh anak: lima perempuan dan lima laki-laki.

Kelima putranya adalah Sibayak Lingga Sebanaman, Sibayak Lingga Ahad, Sibayak Lingga Raja Kin, Sibayak Lingga Mbisa, dan Sibayak Lingga Umbat.

Detail riwayat hidup para leluhur masyarakat Karo tidak terdokumentasi dengan baik. Buktinya, Adri tidak bisa menyebutkan kelahiran ataupiun kematian Raja Senina Lingga dan keturunannya dengan pasti. Raja Senina Lingga disebut wafat karena uzur pada usia 120 tahun. Sepeninggal sang Raja, Kerajaan Sibayak Lingga—yang istananya, Gerga, berada di Desa Lingga, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo—dipimpin kelima putranya secara bergilir.

Namun kesaktian Raja Senina Lingga sangat kuat membekas dalam kenangan Adri dari cerita-cerita mitologi yang ia dapatkan dari para pendahulunya. Kesaktian Raja Senina Lingga syahdan diwarisi langsung dari ayahnya, Raja Natang Negeri. Raja Natang Negeri adalah salah satu putra dari Raja Linge I dari Kerajaan Linge (Lingga) di Tanah Gayo, Aceh. Kerajaan Linge, seperti disebutkan dalam buku Gajah Putih karangan M Junus Djamil (1959), didirikan orang Batak pada masa Kerajaan Perlak diperintah Sultan Machudum Johan Berdaulat Mahmud Syah abad ke 11.

Raja Linge I memiliki enam anak. Selain anak perempuan dan anak bungsunya, anak-anak Raja Linge I pergi dari istana. Natang Negeri merantau ke Tanah Karo. Ia bermukim di Desa Lingga dan mendirikan Kerajaan Sibayak Lingga. Di usia remaja, ia menikahi tiga gadis: Beru Sebayang, Beru Ginting Rumah Page, dan Beru Tarigan Nagasaribu. Dari Beru Sebayang, lahir seorang putra, Sibayak Lingga (Raja Senina Lingga). Ketika Senina Lingga menjadi penguasa, raja di Kesultanan Aceh, yang merupakan kerabatnya, memberikan pisau Bawar dan bendera bertuliskan kalimat syahadat.

“Sebagai tanda dia saudara dari Sultan Iskandar Muda dan keturunan Raja Linge. Benda pusaka itu masih kami pegang (simpan) sebagai tanda bukti keluarga saya,” ujar Adri.

Dengan pisau Bawar itu, kesaktian Raja Senima Lingga bertambah. Di masa hidupnya, raja itu menjadi pentolan dalam menyerang dan mengusir serdadu Belanda. Dalam adu strategi perang, Raja Senina Lingga tergolong piawai. Menurut cerita turun-temurun yang didengar Adri, sang Raja selalu menggenggam tombak bintang dan menunggangi kuda putih setiap kali memimpin pasukannya bergerilya melawan Belanda. Pertempuran demi pertempuran dilakukan raja itu hingga ke Desa Bintang Meriah dan Kuracane, Aceh.

Raja Senina Lingga meninggal pada usia 120 tahun. Sebelum mangkat, ia berpesan agar dimakamkan di Bukit Ndaholi, Desa Bintang Meriah. Dalam upacara kematiang, yang berlangsung empat hari empat malam, jenazahnya diarak ke seluruh wilayah kekuasaan Kerajaan Sibayak Lingga. Saat menuju tempat pemakaman, kepalanya terpisah dari tubuhnya. Menurut Adri, hal itu terjadi karena kesaktiannya. Tubuhnya dimakamkan di tanah, sedangkan kepalanya disimpan di geriten yang dibangun di atas makamnya.

Hanya, tengkorak Raja Senina Lingga nyaris dibakar dalam sebuah kerusuhan. Menurut Adri, kerusuhan itu dilatari peristiwa revolusi sosial pasca-Proklamasi Kemerdekaan. Kerusuhan itu mengusik makam para raja di Karo. Raja-raja yang dianggap bersekutu dengan Belanda menjadi sasaran amuk revolusi.

“Padahal leluhur kami memerangi Belanda,” ujar Adri. “Saat itu Tanah Karo dibumihanguskan. Oleh kakek saya, kepala (tengkorak) itu dibawa mengungsi ke Kutacane.”

Setelah kondisi membaik, pada 1950-an, kerabat keturunan Raja Senena Lingga kembali ke Desa Bintang Meriah dan menempatkan tengkorak itu di dalam kurung manik. “Kurung manik ini rumah persinggahan. Rumah asli Raja Senina Lingga masih berdiri di Desa Lingga,” kata Adri.

Setelah 63 tahun disimpan di rumah persinggahan, tengkorak berumur 400 tahun itu akhirnya dikembalikan ke geriten-nya di Bukit Ndaholi. Semua keturunannya, dari golongan sembuyak, kalimbubu, dan anak beru, kembali bersatu mengantarkan nini mereka ke tempat peristirahatan yang lebih tinggi.

[] sumber : majalah tempo

Menteri Agama: Pertumbuhan Masjid di Indonesia Paling Rendah

 Angka Pertumbuhan Gereja Khatolik 133 persen, gereja Protestan 153 persen, rumah ibadah Hindu 350 persen dan tempat ibadah umat Buddha wihara 450 persen. Sementara itu pertumbuhan masjid dalam 20 tahun ini hanya sebesar 64 persen. 



Jakarta - Menteri Agama Suryadharma Ali mengungkapkan, pertumbuhan masjid di Indonesia dalam 20 tahun terakhir, paling rendah dibandingkan tempat ibadah agama lain.

Hal itu dikatakan Suryadharma saat memberikan sambutan dalam pembukaan Munas III Front Pembela Islam di Asrama Haji Bekasi, Kamis malam 22 Agustus 2013. Kata Suryadharma, pertumbuhan masjid dalam 20 tahun ini hanya sebesar 64 persen.

"Angka itu cukup jauh dibandingkan gereja Katolik yang mencapai 133 persen, gereja Protestan 153 persen, rumah ibadah Hindu 350 persen dan tempat ibadah umat Buddha wihara 450 persen," kata Suryadharma Ali.

Rendahnya pertumbuhan masjid, katanya, lebih disebabkan faktor kemiskinan. Maka tidak aneh banyak ditemui pengumpulan dana pembangunan masjid masih dilakukan dengan cara turun ke jalan.

"Kalau ngecrek, baru bisa dapat dana bangun dalam 4 hingga 6 tahun. Sehingga kalau selesai dan diresmikan struktur bangunannya sudah rapuh," katanya.

Namun sayang, Suryadharma mengaku kementeriannya tidak punya dana yang banyak untuk membantu pertumbuhan masjid maupun tempat ibadah umat agama lain di Indonesia.

"Kementerian tidak mempunyai kemampuan (dana) untuk membangun rumah ibadah, baik itu masjid, gereja ataupun wihara," ucapnya.

Perangi Kemiskinan

Karena itu, Suryadharma berharap agar arah perjuangan FPI juga dilakukan untuk mengentaskan segala permasalahan di kalangan umat Islam. Termasuk memerangi kemiskinan dan kebodohan di kalangan muslim. Bukan hanya berjihad pada satu medan saja.

"Banyak cara untuk menang. Omong kosong mau menang perang tapi mengabaikan pendidikan, mengabaikan ekonomi dan mengabaikan politik," katanya.

"Mari ragamkan perjuangan, saya setuju FPI dan pemerintah berbagi tugas. Ada kepentingan lain yang tidak boleh diabaikan, pendidikan kita masih tertinggal," lanjutnya

Foto Ilustrasi: Kemegahan Mesjid Raya Baiturrahman(MRB) Banda Aceh Dilihat Dari Tugu/ Monumen Modal Komplek MRB...

Penggunaan Bendera Mirip GAM Bertentangan Dengan NKRI

INDONESIA - PENGAMAT Hukum dan Adnimistrasi Negara Universitas Nusa Cendana, Johones Tubahelan mengatakan pemerintah Indonesia harus mengambil langkah tegas menghentikan penggunaan bendera dan lambang Gerakan Aceh Merdeka, karena bertentangan dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

“Bagi saya tidak perlu ada perpanjangan waktu mengenai penggunaan bendera dan lambang GAM, tetapi langsung dihentikan karena bertentangan dengan prinsip NKRI,” kata Johanes Tubahelan, di Kupang terkait perpanjangan masa tenang penggunaan bendera GAM.

Perpanjangan masa tenang pemberlakuan bendera dan lambang Aceh yang semula akan berakhir 14 Agustus lalu menjadi 15 Oktober 2013, sebagaimana hasil kesepakatan pertemuan Menteri Dalam Negeri dan Gubernur NAD beserta DPR Aceh di Jakarta pada 31 Juli 2013.

Salah satu poit penting yang disepakati dalam pertemuan itu adalah memperpanjang lagi masa pembahasan qanum selama dua bulan terhitung sejak 15 Agustus, tepat pada peringatan perjanjian perdamaian Helsinki yang dilakukan delapan tahun lalu.

Menurut dia, pemerintah tidak boleh lemah dalam menghadapi tuntutan-tuntutan seperti ini karena justeru memberi ruang bagi terbentuknya negara dalam negara.

“Kasus Timor Timur harus menjadi pelajaran bagi seluruh rakyat Indonesia. Pemerintah harus lebih tegas dalam menyikapi kasus-kasus yang mengarah pada perpecahan wilayah NKRI,” kata mantan Ketua Ombudsman Wilayah NTB dan NTT itu, Senin 19 Agustus 2013.

Mengenai isu Qanun NO1/2013, dia mengatakan isi Qanun tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.
“Tidak perlu ada pikiran untuk memperbaiki isi Qanun N01/2013 terutama agar bendera dan lambing Aceh tidak mirip dengan lambang GAM, tetapi prinsipnya adalah Qanun tidak boleh bertentengan dengan peraturan yang lebih tinggi,” katanya.

Ribuan Warga Peureulak Kibarkan ‘Bintang Bulan’ di Jalan Raya

* Tuntut Segera kibarkan Bendera Nasional Khusus Aceh Yg Sudah Di Sahkan Oleh Parlemen Aceh / DPR ACEH (DPRA) Sesuai Dengan Qanun No 13 Tahun 2013. 

Seribuan warga Peureulak tumpah ruah di jalan negara, persisnya di depan kantor PA Kecamatan Peureulak Barat, Aceh Timur, Jumat (23/8/2013) sekira pukul 20.00 WIB untuk mengibarkan bendera bintang bulan yang telah disahkan DPRA Aceh sebagai bendera Provinsi Aceh.

aksi itu dipicu dengan ada permintaan aparat keamanan setempat yang meminta bendera bintang bulan yang dinaikkan di pinggir jalan negara kawasan tersebut segera diturunkan dengan alasan belum disahkan oleh pemerintah pusat.

Aksi warga ini juga sempat memacetkan arus lalu lintas Medan-Banda Aceh karena warga mengibarkan bintang bulan sambil memegangi tiangnya di atas ruas jalan.

Menurut warga, mereka mengibarkan bendera bulan bintang karena telah ada qanun yang mengatur tentang pengibaran bendera tersebut. ” Qanun tersebut telah disahkan oleh DPR Aceh dan telah dimasukkan ke dalam lembaran daerah,” kata Syeh Kuna alias Syeh Ee, warga Alue Bu, Peureulak Barat.

Pihaknya juga meminta kepada pihak manapun untuk menghargai Bendera Aceh karena telah dilindungi oleh Undang-Undang. “Jika ada pihak keamanan yang tidak senang dengan Bendera Aceh, silakan menggugat ke DPR dan Gubernur Aceh untk membatalkan qanun tersebut, jangan takuti kami rakyat,” tambahnya.

Sementara itu, Muhammad alias Amat Lumbeng, warga Peureulak, menyebutkan, bendera bintang bulan adalah Bendera Aceh, bukan bendera separatis, jika pihak keamanan masih menganggap bendera separatis, silahkan tangkap pembuat qanun.

“Jika tdak ada qanun yang melindungi bendera tersebut, kami rakyat tidak akan berani mengibarkannya, walau sesungguhnya kami sangat mencintai bendera itu,” ujarnya.

Setelah beraksi sekitar dua jam, kemudian massa membubarkan diri sekitar pukul 22.00 WIB dengan tertib tanpa ada insiden apa pun.

32 Kewenangan Aceh Akan Di Tarik Oleh Pusat, Tidak Sesuai Lagi Dengan Perjanjian MOU HELSINKI, FINLANDIA Tahun 2005


 Termasuk Didalamnya Pembagian Hasil Migas, Pusat Menginginkan 70 % Dan Aceh 30 % (Sudah Terbalik), Jelas Pusat Melanggar Kesepakatan Damai MOU HELSINKI. Lagi Dan Lagi Pemerintah Indonesia Tidak Bisa Dipercaya Kembali Berdusta...!!



BANDA ACEH - Wakil Ketua Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) mengatakan Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat dalam waktu dekat akan kembali bertemu untuk membahas penyelesaian Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Kewenangan Aceh. Namun dalam draf RPP tersebut, terdapat 35 kewenangan pusat yang telah menjadi kewengan Aceh, akan kembali menjadi kewenangan pemerintah pusat.

"Ini yang sedang kami protes dan akan kami desak untuk tetap diberikan. Karena dalam perjanjian damai (MoU) Helsinki dan Pasal 7 UU No 11 tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh disebutkan yang hanya menjadi kewenangan pusat hanya enam, dan selebihnya menjadi hak Aceh. Namun dalam draf itu ada 32 kewenangan Aceh yang ingin ditarik kembali menjadi kewenangan pemerintah pusat," kata Nurzahri kepada acehonline.info, Senin (26/8) di Gedung DPR Aceh.

Rencana penarikan sejummlah kewenangan Aceh tersebut, Nurzahri menjelaskan, telah disampaikan keberatan sebelumnya oleh Pemerintah Aceh kepada tim perumus draf RPP Aceh.

"Hampir seluruhnya kewenangan Aceh ditarik menjadi kewenangan pusat, seperti sektor pendidikan, perkebunan, pertanian,dan termasuk juga mengenai perpustakaan yang akan menjadi kewenangan pusat. Kami nilai ini terlalu mengada-ngada. Hal-hal yang kecil itu seharusnya tidak perlu dipermasalahkan lagi, dimana yang perlu dibahas dan diperdebatkan adalah kewenangan-kewenangan yang bersifat strategis," ujar Nurzahri.

Dalam pasal 8 UU Pemerintah Aceh, Nurzahri menjelaskan, memang dijelaskan beberapa hal kewenangan Aceh yang juga menjadi kewenangan pusat yakni yang berkaitan nasional. Namun menurutnya dalam pasal 7 juga telah dijelaskan kewenangan tersebut hanya sebatas norma dan prosedur.

"Kalau hanya sebatas standar norma dan prosedur kami memahami, seperti halnya pendidikan yang harus memenuhi standar nasional seluruh indonesia yang ditetapkan pemerintah pusat. Kalau hanya itu kami sepakat, jika Aceh harus memenuhi standar miminum itu. Namun dalam draf tersebut keseluruhnya seperti pengelolaan madrasah, sekolah, perguruan tinggi itu diatur oleh pusat," jelas Nurzahri. "Mungkin persoalan ini akan butuh waktu dan perdebatan yang panjang," tambahnya.

Selain itu yang sangat disayangkan, Nurzahri juga menambahkan, Pusat jgua menilai bahwa hanya pemerintah pusat yang hanya bisa mengatur persoalan pertanahan, yang seharusnya juga dilimpahkan kewenangannya ke Pemerintah Aceh.

"Mereka berfikiran terlalu sempit. Pemerintah Aceh adalah bagian dari negara Republik Indonesia. Jika Aceh bagian dari Indonesia, maka sah-sah saja ada sebagian kewenangan pusat yang dikelola oleh Aceh. Jangan pusat menganggap Aceh bukan bagaian dari negara. Mengapa Disintegrasi (pemisahan wilayah dari suattu negara) itu ditimbulkan dari pusat, jika diterima Aceh maka ini akan mengancam keutuhan NKRI itu sendiri," imbuh politisi Partai Aceh ini.

Kewenangan Bagi Hasil Migas
Sementara itu mengenai Kewenangan Minyak dan Gas (Migas), Nurzahri menjelaskan, dari informasi yang diperolehnya, pemerintah pusat telah menyetujui pengelolaan Migas bersama di atas 12 hingga 200 mil.

"Namun yang masih menjadi persoalan adalah mengenai pembagian hasil. Pusat mnginginkan 70 persen dan Aceh 30 persen. Ini yang akan kami perjuangkan agar dibalik, yakni 70% ke Aceh dan 30% untuk pusat," ungkap Nurzahri.

"Draf RPP kewenangan dan RPP Migas yang ada saat ini, belum sesuai dengan keinginan rakyat Aceh dan masih jauh sesuai dengan perjainjian damai (MoU) Helsinki dan UU Pemerintah Aceh," tambahnya.(Reza Gunawan)

KISAH PERKEMBANGAN SABANG SEBAGAI PELEBUHAN TERPENTING DUNIA

* Sabang Pernah Menjadi Pelabuhan Terpenting Dibandingkan Temasek (Sekarang Singapura). 

Kota Sabang sebelum Perang Dunia II adalah kota pelabuhan terpenting dibandingkan Temasek (sekarang Singapura). Sngat Miris Dan Di Sayangkan Memang Sikap Pemerintah Indonesia Dan atas alasan pembukaan Pulau Batam sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Sabang terpaksa dimatikan berdasarkan UU No 10/1985. Kemudian pada tahun 1993 dibentuk Kerja Sama Ekonomi Regional Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle (IMT-GT) yang membuat Sabang sangat strategis dalam pengembangan ekonomi di kawasan Asia Selatan.

Sabang telah dikenal luas sebagai pelabuhan alam bernama Kolen Station oleh pemerintah kolonial Belanda sejak tahun 1881. Pada tahun 1887, Firma Delange dibantu Sabang Haven memperoleh kewenangan menambah, membangun fasilitas dan sarana penunjang pelabuhan. Era pelabuhan bebas di Sabang dimulai pada tahun 1895, dikenal dengan istilah vrij haven dan dikelola Maatschaappij Zeehaven en Kolen Station yang selanjutnya dikenal dengan nama Sabang Maatschaappij. Perang Dunia II ikut memengaruhi kondisi Sabang dimana pada tahun 1942 Sabang diduduki pasukan Jepang, kemudian dibom pesawat Sekutu dan mengalami kerusakan fisik hingga kemudian terpaksa ditutup.

Pada masa awal kemerdekaan Indonesia, Sabang menjadi pusat pertahanan Angkatan Laut Republik Indonesia Serikat (RIS) dengan wewenang penuh dari pemerintah melalui Keputusan Menteri Pertahanan RIS Nomor 9/MP/50. Semua aset pelabuhan Sabang Maatschaappij dibeli Pemerintah Indonesia. Kemudian pada tahun 1965 dibentuk pemerintahan Kotapraja Sabang berdasarkan UU No 10/1965 dan dirintisnya gagasan awal untuk membuka kembali sebagai Pelabuhan Bebas dan Kawasan Perdagangan Bebas.

Gagasan itu kemudian diwujudkan dan diperkuat dengan terbitnya UU No 3/1970 tentang Perdagangan Bebas Sabang dan UU No 4/1970 tentang ditetapkannya Sabang sebagai Daerah Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas. Dan atas alasan pembukaan Pulau Batam sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Sabang terpaksa dimatikan berdasarkan UU No 10/1985. Kemudian pada tahun 1993 dibentuk Kerja Sama Ekonomi Regional Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle (IMT-GT) yang membuat Sabang sangat strategis dalam pengembangan ekonomi di kawasan Asia Selatan.

Pada tahun 1997 di Pantai Gapang, Sabang, berlangsung Jambore Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) yang diprakarsai BPPT dengan fokus kajian ingin mengembangkan kembali Sabang. Disusul kemudian pada tahun 1998 Kota Sabang dan Kecamatan Pulo Aceh dijadikan sebagai Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) yang bersama-sama KAPET lainnya, diresmikan oleh Presiden BJ Habibie dengan Keppes No. 171 tahun 1998 pada tanggal 28 September 1998.

Era baru untuk Sabang, ketika pada tahun 2000 terjadi Pencanangan Sabang sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas oleh Presiden KH. Abdurrahman Wahid di Sabang dengan diterbitkannya Inpres No. 2 tahun 2000 pada tanggal 22 Januari 2000. Dan kemudian diterbitkannya Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang No. 2 tahun 2000 tanggal 1 September 2000 selanjutnya disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang.

Aktivitas Pelabuhan Bebas dan Perdagangan Bebas Sabang pada tahun 2002 mulai berdenyut dengan masuknya barang-barang dari luar negeri ke kawasan Sabang. Tetapi pada tahun 2004 aktivitas ini terhenti karena Aceh ditetapkan sebagai Daerah Darurat Militer.

Sabang juga mengalami Gempa dan Tsunami pada tanggal 26 Desember 2004, namun karena palung-palung di Teluk Sabang yang sangat dalam mengakibatkan Sabang selamat dari tsunami. Sehingga kemudian Sabang dijadikan sebagai tempat transit udara dan laut yang membawa bantuan untuk korban tsunami di daratan Aceh. Badan Rekontruksi dan Rehabilitasi (BRR) Aceh-Nias menetapkan Sabang sebagai tempat transit untuk pengiriman material konstruksi dan lainnya yang akan dipergunakan di daratan Aceh.

Foto: Aktivitas Di Internasional Pelabuahan Bebas Sabang Kapal penumpang SS "Jan Pieterszoon Coen" di Sabang di tahun 1935.

ACEH DI MATA ORANG MALAYSIA

* Orang Aceh Di Mata Warga Negara Malaysia Sangat Special, Bahkan ketika Mengucapkan Kata Orang Indon Dan Aceh Sangat Beda Jauh/tidak sama. Bagi Warga Malaysia, Aceh ..ya aceh, dan indon.. ya indon. suatu perbandingan dua negeri yg berbeda antara aceh dan indonesia walaupun sebenarnya aceh itu dalam bingkai negara indonesia. ada beberapa hal yg membuat aceh di mata orang malaysia itu spesial, berbeda dengan kata-kata sebutan indon yang membuat panas kuping untuk daerah provinsi lainnya.

MALAYSIA - SAYA adalah seorang mahasiswa pascasarjana yang mendapatkan beasiswa penuh dari Pemerintah Aceh untuk melanjutkan pendidikan ke satu perguruan tinggi di Malaysia. Kesan pertama yang dapat saya gambarkan ketika hari pertama berada di kampus adalah bahwa kedatangan rombongan kami sudah menjadi isu yang beredar di kalangan mahasiswa asal Malaysia.

Selama seminggu menetap di asrama yang disediakan oleh universitas semakin terlihat bahwa keberadaan mahasiswa Aceh di kampus tersebut terasa istimewa. Ketika rombongan kami berdiri di barisan antrean bus, misalnya, mahasiswa Malaysia dengan seksama memperhatikan penampilan kami. Hal tersebut berlanjut ketika kami menaiki bus dan terkadang harus berdiri karena kondisi bus yang penuh sesak. Perhatian berlebihan yang diperlihatkan oleh mahasiswa Malaysia menjadi tanda tanya bagi saya khususnya dan mungkin bagi mahasiswa Aceh lainnya.

Setelah setahun lebih berinteraksi dan berkomunikasi dengan teman-teman, dosen dan masyarakat umum di Malaysia, rasa penasaran saya terhadap keberadaan mahasiswa Aceh yang selama ini menjadi pusat perhatian mahasiswa lokal perlahan mulai terjawab. Berdasarkan pengamatan dan pengalaman saya selama menetap di Malaysia, ada beberapa faktor yang menjadi identitas ketika menyebutkan diri kita adalah orang Aceh. Identitas tersebut menjadi umum bagi masyarakat Malaysia untuk mendeskripsikan kata Acheh.

Antusias bertanya
Pada saat saya berbicara dengan seorang mahasiswa lokal Malaysia dan kemudian mengatakan bahwa saya adalah orang Aceh, maka dengan antusiasnya mahasiswa tersebut bertanya segala sesuatu tentang kejadian Tsunami yang melanda Aceh. Hal serupa juga saya alami ketika berbicara dengan beberapa masyarakat umum yang asli warga Malaysia. Rasa simpati dan keingintahuan yang luar biasa adalah ekspresi umum yang akan ditunjukkan oleh kebanyakan orang Malaysia ketika tahu kita berasal dari Aceh.

Pada saat musim durian, kami dapat menikmati durian dengan puasnya dan dengan harga yang sangat murah. Kebetulan kampus kami terletak di daerah perbukitan dan sangat terkenal dengan rasa durian terlezat di Malaysia. Cukup hanya menyeberangi ruas jalan utama di depan kampus, kami dapat menikmati durian lezat dan segar yang baru diambil dari pohon oleh penjualnya.

Suatu hari saya pergi ke tempat orang berjualan durian bersama seorang kawan asal Malaysia. Ketika sedang asyik menikmati durian, tiba-tiba seorang penjual durian menanyakan asal saya dan saya menjawab dari Aceh. Pada saat mengetahui saya orang Aceh, penjual durian dengan semangatnya bertanya tentang syariat Islam yang dijalankan di Aceh.

Ada satu pertanyaan penjual durian tersebut yang membuat saya merasa campur aduk di dalam hati. Dengan polosnya bapak itu bertanya: “Di Aceh orang-orang pakai jubah ye?” Mendengar pertanyaan bapak tersebut, seketika saya membayangkan gaya hidup dan fashion yang sekarang sedang berkembang di Aceh sebagai daerah yang menerapkan syariat Islam.

Ada satu peristiwa yang sampai sekarang ini masih kuat terngiang dalam ingatan saya. Pada hari terakhir pertemuan satu mata kuliah semester tiga, kami mahasiswa pasca sarjana asal Aceh dan mahasiswa Malaysia sepakat untuk makan siang bersama di sebuah kedai makan yang letaknya tidak jauh dari ruang kami belajar. Ini adalah ajang silaturrahmi antara sesama mahasiswa yang memiliki budaya serumpun. Makan siang saat itu diselingi dengan canda tawa dan diskusi ringan tentang budaya kedua negara.

Seorang mahasiswa perempuan asal Malaysia menceritakan kepada kami bahwa dia bersama suaminya mempunyai hajat untuk mengunjungi dua tempat sebelum mengunjungi tempat-tempat lain di dunia ini. Tempat pertama yang dimaksud adalah Kakbah di Mekkah dengan malaksanakan ibadah haji.

Selanjutnya tempat kedua yang ingin didatangi oleh mahasiswa tersebut adalah Aceh. Saya merinding dan terharu mendengar cerita yang disampaikan kawan saya itu. Hati saya bergeming betapa orang muslim di luar Aceh menganggap Aceh adalah “negeri suci” berlandaskan syariat Islam sehingga patut untuk dikunjungi.

Sangat pemberani
Pertanyaan lain yang akan ditanyakan oleh orang Malaysia ketika tahu kita orang Aceh adalah mengenai Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Mereka bertanya tentang keberadaan GAM saat ini apakah masih ada atau tidak. Pandangan mereka adalah orang Aceh sangat pemberani dan kuat sehingga dapat melakukan gerakan perlawanan terhadap Pemerintah RI.

Berbanding terbalik dengan apa yang dilakukan masyarakat Aceh, masyarakat Malaysia sangat jarang dan takut untuk melakukan protes terhadap pemerintah yang berkuasa. Mungkin hal tersebut karena budaya mereka yang kental dengan sistem kerajaan. Sifat pemberani ini juga sangat ditonjolkan oleh mahasiswa Aceh dalam proses belajar mengajar di dalam ruang maupun di luar ruang.

Boleh jadi, hal itu juga yang memperkuat identitas orang Aceh sebagai pemberani. Perkara-perkara positif yang menjadi identitas kita sebagai orang Aceh di mata masyarakat luas di luar Aceh perlu terus dipertahankan dan ditingkatkan. Perilaku sopan dan santun harus kita jaga dan implementasikan dalam kehidupan sehari-hari sehingga menjadi budaya dan karakter masyarakat Aceh.

Identitas positif Aceh yang sudah melekat dalam pikiran masyarakat luar merupakan modal utama dalam rangka mensukseskan Visit Aceh Year 2013. Alangkah kecewanya orang yang berkunjung ke Aceh ketika mendapati kenyataan bahwa Aceh tidak seperti apa yang mereka bayangkan. Kesuksesan program Visit Aceh Year 2013 (termasuk Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) VI yang akan digelar tahun ini-red) akan mendatangkan investor asing ke Aceh dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat Aceh.

* Rosmiati Jakfar, Mahasiswa Pascasarjana Jurusan Special Education Sultan Idris, Education University, Perak, Malaysia

Government of Aceh Ensure Comfort Foreign Investors in Aceh


ACEH - The Government of Aceh requested increase comfort and protection for foreign investors. Fore, intention and interest of foreign investors will increase.

This appeal presented the Director and Multilateral and Bilateral Cooperation Center Randi Anwar, in Banda Aceh, told reporters on Friday (31/8). Said, for foreign investors in Aceh is considered to be improved, the high investment investor would make the development and progress in all sectors in Aceh. Investors who invest in Aceh are developed countries.

"For investment in Aceh is already quite high, not only in Aceh but all provinces in Indonesia can provide comfort kseselamatan investors," ungkapnya.Kenyamanan investors, not given to excess, however, the protection in accordance with the Act corridor planting mdal . So, the problem is not brought up to the international level.

"Investors who invest different-we do not play favorites. However, all agreements between the two sides have always maintained the data, "he explained.
Because, he said, in Aceh with a very adequate natural resources, it will be a place for investors to invest their capital, in Aceh is also a great place to invest.

SEJUMLAH NEGARA SAHABAT ASEAN AKAN BERPARTISIPASI DALAM PEKAN KEBUDAYAAN ACEH (PKA) KE 6

* Acara 4 tahunan ini Akan Dilaksanakan Pada Tgl 20 September Sekaligus Akan Dibuka Oleh Presiden SBY, Dan Penutupan Pada Tgl 29 September Yg Dilakukan Oleh Wakil Presdien Boediyono. PKA Adalah Even Nasional Dan Internasional Dimana Sejumlah Negara ASEAN Ikut Berpartisifasi

BANDA ACEH - Aceh kembali menggelar kegiatan kebudayaan yang dikemas dalam bentuk Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) VI pada 20-29 September 2013. Lantas, apa yang bisa dimaknai dari penyelenggaraan kali ini? “Mengembalikan Aceh ke panggung dunia

Aceh adalah bagian dari warga dunia. Sebuah wilayah kosmopolitan yang sejak awal memiliki persinggungan intensif dengan berbagai kebudayaan dari belahan dunia lain, yang kemudian melahirkan istilah Arab-Cina-Eropa-Hindie (A.C.E.H). Jejaknya bisa dinikmati melalui kuliner, kesenian, tenun, ragam hias, pakaian, batu nisan dan sebagainya. Temuan kerangka purbakala oleh tim arkeolog di Ceruk Mendale, Aceh Tengah, memperlihatkan kepada kita persinggungan itu telah berlangsung sangat lama, 3.500 tahun silam bahkan lebih.

Pekan Kebudayaan Aceh ke 6 rencananya akan dibuka oleh Presiden SBY. Kegiatan yang diikuti oleh 23 kabupaten kota ini akan berlangsung pada 20 hingga 29 September 2013

"Ini akan dibuka oleh Presiden SBY hasil pertemuan dengan Gubernur Aceh di Istana Negera kemarin," kata Iskandar, Kepala Badan Promosi dan Investasi Aceh yang juga Kepala Bidang Publikasi, Dokumentasi dan Promosi PKA ke 6 saat menggelar pertemuan di Zakir Kupi Banda Aceh, pada Sabtu kemarin, 31 Agustus 2013.

Menurutnya PKA ke 6 ini adalah event nasional dan internasional. Dimana, sejumlah negara di ASEAN akan ikut berpartisipasi dalam kegiatan.

"Pelaksanaan PKA ini kita harapkan dapat memperkenalkan Aceh di mata internasional. Sedangkan penutupan akan dilakukan oleh Wakil Presiden Budiono pada 29 September," kata Iskandar lag

Foto : Taman Ratu Sultanah Safriatuddin, "Arena Utama PKA Yg Didalamnya Terdapat Rumoh Adat Masing-Masing Dari 23 Kabupaten/Kota Se Aceh.

-VISIT ATJEH YEAR 2013-

Unsyiah (Usk) akan Beri Gelar Doktor Kehormatan untuk SBY

Banda Aceh - Unsyiah Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) akan memberi gelar doktor kehormatan (Doctor Honoris Causa) kepada Susilo Bambang Yodhoyono (SBY). Penganugerahan titel kehormatan tersebut direncanakan akan dilakukan pada tanggal 20 September 2013 mendatang di kampus Unsyiah, Rabu (4/9/2013).

Acara tersebut merupakan salah satu rangkaian acara dari peringatan hari ulang tahun (dies natalis) perguruan tinggi tersebut yang ke-52 yang jatuh pada tanggal 2 September 2013. Puncak acara dies natalis digeser ke tanggal 20 September 2013 untuk menyesuaikan dengan jadwal kedatangan SBY ke Banda Aceh.

Rencana pemberian gelar doktor (HC) kepada SBY sudah dikemukakan sejak lama di kampus Unsyiah. Senat Unsyiah akhirnya melalui hasil penilaiannya yang ditandatangani Ketua dan Sekretaris Senat Unsyiah, Prof Dr Ir Samsul Rizal MEng dan Prof Dr Said Muhammad SE MA pada tanggal 3 Mei 2013 lalu menyebutkan bahwa pemberian gelar doktor kehormatan kepada SBY dapat dilakukan karena semua persyaratan, baik menyangkut hukum prosedural maupun hukum substansialnya telah terpenuhi.

Beberapa hal yang menjadi pendekatan subjek dan dijadikan pertimbangan untuk pemberian gelar ini adalah kebijakan SBY pasca gempa dan Tsunami tahun 2004 dinilai sangat meringankan penderitaan rakyat Aceh.

Kebijakan tersebut tertuang melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) Nomor 2 tahun 2005 tentang Badan Rehabilitasi dan rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Sumatera Utara yang kemudian dikukuhkan menjadi Undang-Undang nomor 10 Tahun 2005.

Langkah SBY lainnya yang menjadi pendekatan subjek adalah tercapainya kesepakatan damai di Helsinki (MoU Helsinki). Sementara itu, komitmen SBY untuk menyelesaikan berbagai permasalahan di Aceh juga tertuang dalamUU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh.

Sementara Landasan yuridis pemberian gelar tersebut adalah Pasal 1 Ayat (2) Permendikbud RI Nomor 21 tahun 2013 tentang Pemberian Gelar Doktor Kehormatan.

Pasal tersebut menyebutkan bahwa Gelar Doktor Kehormatan adalah gelar kehormatan yang diberikan oleh suatu Perguruan Tinggi kepada seseorang yang dianggap telah berjasa dan atau berkarya luar biasa bagi ilmu pengetahuan, teknologi, seni, sosial, budaya dan/atau berjasa dalam bidang kemanusiaan dan/atau kemasyarakatan.

“Mengingat Program Studi S3 Ilmu Hukum di Unsyiah masih baru, maka pemberian gelar Doktor Kehormatan kepada SBY melalui program studi ini merupakan salah satu cara/sarana yang cukup baik untuk memperkenalkan eksistensi S3 Ilmu Hukum Unsyiah ke seantero nusantara,” ungkap Rektor Unsyiah Samsul Rizal.

ACEH BERDUKUA, LANGIT ACEH KEMBALI GELAP, INNALILLAHI WAINNAILAIHI RAJI'UN

* Turut Berduka Sedalam-dalamnya Atas Wafatnya Ulama Aceh "Muhammad Wali Al-Khalidy.

Langit Aceh kembali 'gelap', Ulama kharismatik Aceh, Tgk. Muhammad Waly al-Khalidy, atau yang lebih dikenal 'Waled Tanoh Mirah', Pimpinan Dayah Darul Ulum, Bireuen, Aceh Jeumpa tadi pagi sekitar pukul 05:00 WIB (5/9), berpulangnya ke Rahmatullah dan meninggalkan kita semua menghadap Allah 'Azza Wa Jalla,.

Beliau adalah putera dari Ulama Besar Aceh Alm. Tgk. H. Abdullah Hanafie (Abu Tanoh Mirah) Ulama besar Aceh yang telah mampu mencetak ratusan kader Ulama di Sumatera. Beliau ialah ulama yang senantiasa memegang teguh pada 'Ahlussunah wal Jamaah'.

Semoga Allah Ta'ala menerima dan membalas segala amal-amal beliau dalam mendidik ummat dan kembali kepada Allah sebagai seseorang Syuhada yang telah diampuni dari segala dosa.

Kiranya Allah juga memberikan ketabahan kepada keluarga, kerabat dan sahabat yang ditinggalkan. Semoga Allah 'Azza wa Jalla menempatkan beliau di syurga-Nya.

"Ya Allah, Ampunilah dirinya, maafkanlah ia dan tempat-kanlah ia di tempat yang mulia, luaskan kuburannya, dan masukkan dia ke Syurga, jagalah dia dari siksa kubur dan api Neraka, Al-faatihah...”


“Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan merenggutnya dari para manusia, namun ilmu itu dicabut dengan diwafatkannya para ulama. Sehingga apabila Allah tidak menyisakan lagi seorang ‘alim, maka manusia akan menjadikan para pembesar mereka dari kalangan orang-orang bodoh yang ditanya (tentang agama) lantas orang-orang bodoh itu berfatwa tanpa ilmu, sehingga mereka sesat dan menyesatkan.” (HR. Al-Bukhari, At-Tirmidzi)

ALA DAN ABAS HANYA SEBATAS WACANA .

* Kemungkinan Sebelumnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono o telah menyetujui pemekaran ALA dan ABAS” Jussuf Kalla, selaku wakil presiden RI kala itu, menyatakan menolak rencana pemekaran Provinsi Aceh. Jadilah, perjuangan pemekaran wilayah provinsi ALA dan ABAS kembali menjadi berat, karena sebelumnya Kepala Pemerintahan Aceh, yang kala itu dijabat Irwandi Yusuf juga menolak rencana tersebut.

JAKARTA - PERNYATAAN Anggota DPR RI asal Aceh Said Mustafa Usab bahwa DPR RI belum menerima usulan pembentukan Provinsi Aceh Barat Selatan (ABAS) cukup mengejutkan. Pasalnya, perjuangan pembentukan provinsi ABAS bahkan telah mencapai pada tahap deklarasi yang dilakukan oleh sejumlah tokoh barat-selatan Aceh, di Meulaboh, Aceh Barat, Sabtu 20 April 2013 lalu.

Saat itu, Ketua KP3-ABAS Tjut Agam menegaskan, munculnya tuntutan pemisahan diri sejumlah kabupaten di wilayah barat-selatan Aceh karena adanya janji Pemerintah Pusat, dalam hal ini Presiden SBY pada tahun 2009 lalu.

Menurut Tjut Agam, Pemerintah Pusat, khususnya Presiden SBY harus segera menunaikan janji merealisasikan pembentukan provinsi baru di Aceh dalam dalam kurun waktu 2016-2020, seperti yang sudah tertuang dalam desain besar penataan daerah yang diterbitkan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) pada 2010.

Jauh ke belakang, isu pembentukan provinsi ALA dan ABAS ini menjadi topik paling hangat dibicarakan pada pertengahan tahun 2008. Bahkan, ketika itu beredar kabar bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menyetujui pemekaran ALA dan ABAS. Persetujuan ini terangkum dalam dokumen Amanat Presiden (Ampres) yang disebut-sebut keluar pada Senin tanggal 16 Juli 2008.

Di sisi lain, Ketua DPR RI, Agung Laksono melalui Surat No LG. 01.01/4483/DPR-RI/VI/2008 tertanggal 16 Juni 2008, sudah menyampaikan usul pemekaran ALA dan Abas kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bersama-sama dengan 15 daerah lainnya.

Ir. Syukur Kobath, yang ketika itu menjabat Ketua DPRK Aceh Tengah dan juga Ketua KP3ALA Aceh Tengah membenarkan surat usulan untuk Ampres telah disampaikan Mendagri kepada Bapak Presiden. “Kami melihat langsung dengan kepala sendiri dan memiliki dokumen, bahwa RUU ALA dan ABAS sudah dinaikkan Mendagri ke Presiden,” sebut Ir. Syukur Kobath, di Takengon, Selasa (12/8/2008) di Takengon.

Ia menjelaskan, Mendagri sudah menandatangani surat no. 135/2293/SJ, tertanggal 7 Agustus 2008. Surat tersebut sudah diteruskan Mendagri ke Presiden untuk mendapatkan pertimbangan guna dikeluarkannya Ampres tentang ALA dan ABAS.

Kini, enam tahun setelahnya, ternyata DPR RI belum lagi menerima usulan pembentukan provinsi ALA dan ABAS. Beragam pertanyaan pun muncul, apakah usulan yang paling tidak sudah pada tahap Mendagri ini harus dimulai lagi dari awal? Ataukah ada faktor lain yang membuat pemerintah memending pembentukan ALA-ABAS?

Kedua kemungkinan itu bisa saja terjadi. Karena beberapa hari setelah heboh “Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menyetujui pemekaran ALA dan ABAS” Jussuf Kalla, selaku wakil presiden RI kala itu, menyatakan menolak rencana pemekaran Provinsi Aceh. Jadilah, perjuangan pemekaran wilayah provinsi ALA dan ABAS kembali menjadi berat, karena sebelumnya Kepala Pemerintahan Aceh, yang kala itu dijabat Irwandi Yusuf juga menolak rencana tersebut.

Kapal "Freedom Flotilla" Aktivis Pendukung West Papua Sudah Masuk Wilayah Indonesia.


Jakarta - Kantor berita ABC memberitakan bahwa hari ini, Rabu (11/9), kapal pembawa rombongan aktivis pendukung "Papua Merdeka" yang dinamai "Freedom Flotilla", diperkirakan sudah akan memasuki wilayah perairan Indonesia. Hal itu sebagaimana informasi yang didapat dari aktivis pengelola pelayaran tersebut.

Seperti diketahui, kelompok beranggotakan sekitar 20 orang tersebut, diketahui memulai perjalanan mereka dari Australia pada bulan lalu. Rombongan berisikan antara lain perwakilan dari suku Aborigin, unsur pengungsi Papua (Barat), kru film, serta aktivis lainnya.

Senin (9/9) lalu, kapal kelompok ini dikabarkan sudah meninggalkan wilayah Horn Island di Selat Torres.

Departemen Luar Negeri Australia sendiri, termasuk Menlu Bob Carr, sebelumnya sudah memperingatkan bahwa mereka tidak mendukung aksi tersebut, bahkan cenderung melarangnya. Pemerintah Australia juga dipastikan tidak akan memberi bantuan khusus, seandainya anggota rombongan tersebut ditangkap dan diproses hukum oleh aparat Indonesia.

Kepada Radio Australia, Lizzy Brown, salah seorang aktivis perancang kegiatan tersebut, melalui wawancaranya dari atas kapal, mengisyarakatkan bahwa mereka berniat menuntaskan agendanya hari ini. "Hari ini kami telah memikirkan baik-baik soal langkah yang kondusif di 11 September ini, serta segala sesuatu terkait anti-terorisme," ungkapnya.

Hanya saja, belum ada kabar pasti sejauh ini, apakah kapal tersebut berikut segenap penumpangnya yang berniat menyuarakan dukungan mereka atas "Papua Merdeka", benar-benar telah memasuki wilayah Indonesia. Yang jelas, berdasarkan info di akun Twitter @flotilla2wp, sekitar pukul 14.45 WIB lalu, mereka sudah berada perbatasan laut Australia dan Papua Nugini (PNG) yang berada sekitar 50 mil (80,5 km) dari perairan Indonesia.

Aparat keamanan Indonesia sendiri, sesuai sikap tegas dari pemerintah, sebelumnya sudah memastikan akan mengambil segala tindakan yang diperlukan demi menghadapi tindak pelayaran ilegal tersebut. Meskipun di satu kesempatan, pihak TNI AL yang diwakili Lantamal X Jayapura, menyatakan tak ada langkah pengamanan khusus yang disiapkan.

Sumber: ABC NEWS

JASA ACEH YANG TERLUPAKAN.


* Peranana Aceh Dikaburkan Dalam Sejarah Republik. Ini Bukan Rasis Melainkan Jeritan hati Rakyat Aceh

1. Ketika wilayah Indonesia hampir dikuasai seluruhnya oleh Belanda saat perang kemerdekaan, Acehlah yang menjadi donatur bagi Indonesia. Aceh mendanai kegiatan-kegiatan duta dan perwakilan RI ke luar negeri, juga membiayai perwakilan PBB.
Selain itu, Aceh juga membiayai misi perjalanan menteri muda Luar Negeri RI, H. Agus Salim, ke Timur Tengah dan saat mengikuti konferensi Asia di New Delhi. Saat Pemerintahan pusat yang berada di Yogyakarta vacum, Aceh juga menyediakan dana bagi pemerintahan.

2. Rakyat Aceh juga pernah menyumbangkan dua pesawat bagi pemerintahan RI. Pesawat itu adalah pesawat jenis dakota yaitu Seulawah RI-001 dan Dakota RI-002 yang dibeli di Singapura, Oktober 1948. Para pengusaha aceh juga memberikan satu pesawat jenis "Avro Anson RI-004" yang dibeli di Thailand , pesawat -pesawat itu dibayar dengan menggunakan emas murni sumbangan rakyat Aceh. Jadi, tiga pesawat pemberian Aceh inilah yang menjadi armada pertama Indonesia yang dapat menembus blokade udara Belanda.

3. Aceh juga memberikan sebuah kapal yang berbobot 100 ton dengan nomor registrasi PPB 58 LB kepada armada laut RI.

4. Aceh juga memiliki sebuah radio yang dikenal dengan "Radio Rimba Raya" yang bertempatkan di Takengon, Aceh Tengah.
Banyak juga yang melupakan peranan Radio rimba raya ini bagi kemerdekaan Indonesia. Berita tentang kemerdekaan Indonesia diketahui oleh dunia melalui radio ini.

5. Pasukan dari Aceh juga pernah melakukan Long March menuju front "Medan Area" ketika Medan, Sumatera Utara berhasil dikuasai Belanda. Ini merupakan bentuk komitmen Aceh demi kemerdekaan RI. Sehingga saat itu Aceh dikenal sebagai daerah yang memiliki basis pertahanan yang paling kuat di wilayah Sumatera.

6. Emas yang dipajang di puncak tugu Monumen Nasional (Monas) Jakarta adalah sumbangan dari salah seorang saudagar Aceh yaitu Teuku Markam.
Itu baru segelintir sumbangan Putra Aceh teresebut, untuk kepentingan negeri ini. Sumbangsih lainnya, ia pun ikut membebaskan lahan Senayan untuk dijadikan pusat olah raga terbesar Indonesia.

Balasan Indonesia untuk rakyat ACEH adalah :

1. Teuku Markam ditahan selama delapan tahun dengan tuduhan terlibat PKI. Harta kekayaannya diambil alih begitu saja oleh Rezim Orba.

Aktivitas bisnisnya ditekan habis-habisan. Ahli warisnya hidup terlunta-lunta sampai ada yang menderita depresi mental. Hingga kekuasaan Orba berakhir, nama baik Teuku Markam tidak pernah direhabilitir.

Anak-anaknya mencoba bertahan hidup dengan segala daya upaya dan memanfaatkan bekas koneksi-koneksi bisnis Teuku Markam. Dan kini, ahli waris Teuku Markam tengah berjuang mengembalikan hak-hak orang tuanya.

2. Presiden Soekarno pernah ingkar janji kepada Aceh. Ketika itu, beliau pernah memohon sambil berlinang air mata pada Aceh untuk tetap mendukung Indonesia dan tetap menjadi penyuplai
dana demi kemerdekaan Indonesia. Beliau berjanji akan memberi otonomi khusus kepada Aceh untuk menjalankan syariat islam di wilayahnya sendiri.

Janji itu meluluh lantakkan hati orang Aceh yang ternyata tak kunjung ditepati oleh Soekarno. Karena itulah, akhirnya Aceh memberontak lalu muncullah konflik berkepanjangan hingga perjanjian damai di Helsinki antara Aceh dan RI digaungkan.

3. Konflik ACEH yang berkecamuk dijawab dengan "Darurat Militer" oleh Indonesia dan menjadi ajang 'GENOCIDE'. Tragedi Simpang KKA, Rumoh geudong, Pembantaian Tgk. Bantakiyah cs, Penghilangan paksa Aktivis Ulama yang menetang Kekerasan RI. Itu sedikit dari banyak kasus yang sampai sekarang hanya menjadi kisah pilu kami semata.
Seolah Komnas HAM berkata : TIDAK ADA HAM UNTUK KALIAN (Rakyat Aceh).

TERKAIT KUISIONER UKUR KELAMIN SISWA SMP 1, WALIKOTA SABANG MINTA MA'AF "

Sabang - Terkait kuesioner “ukuran kelamin” yang sempat dibagi-bagikan oleh para guru SMPN I Sabang kepada 50 muridnya, Walikota Sabang Zulkifli H Adam atas nama Pemko Sabang meminta maaf atas keteledoran pihak sekolah dan dinas kesehatan setempat. Ia menilai kuesioner tersebut kurang etis diberikan untuk pelajar usia dini di Provinsi Aceh.

Pernyataan itu mengemuka dalam konferensi pers, Jumat kemarin (06/09/13) yang digelar Pemko Sabang di lantai empat kantor Walikota Sabang. Turut hadir dalam konferensi pers tersebut Asisten III Drs Kamaruddin, Kabag Humas Pemko Sabang Syahputra dan sejumlah awak media.

Zulkifli H Adam berpendapat, apa yang terjadi di SMPN I Sabang itu merupakan kesalahan dalam melaksanakan aturan, dimana pihak dinas kesehatan sebelum menyerahkan angket form kuesioner tersebut tidak berkoordinasi terlebih dahulu dengan pihak terkait.

“Sebenarnya masalah itu jika dilakukan koordinasi dengan pihak-pihak yang terlibat tidak mungkin terjadi seperti ini. Persoalan ini hanya miskomunikasi saja. Untuk itu kami atas nama pemerintah daerah meminta maaf kepada orang tua murid dan masyarakat Sabang,” pintanya.

Ditambahkannya, kedepan pihaknya akan meminta kepada setiap sekolah dan dinas-dinas yang ada program kependidikan supaya tidak langsung menelan mentah-mentah terhadap mata pelajaran yang akan disajikan kepada murid. “Apalagi jika ditemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan kultur Aceh,” kata Walikota.

“Aceh beda dengan daerah lainnya, jadi kalau ada mata pelajaran tambahan terdapat hal yang bersifat pornografi supaya tidak asal saji. Konon lagi Aceh memiliki Qanun tentang Syariat Islam, dunia pendidikan perlu mengedepankan syariat dalam memberi pelajaran pendidikan kepada murid,” ungkapnya.

Terkait form kuesioner yang sudah terlanjur dibagikan itu, meskipun sudah ditarik, Walikota menyatakan tidak menerima diberlakukan di Sabang. Menurutnya, form kuesioner tersebut khususnya halaman empat, dimana terdapat gambar terlanjang haram diedarkan.

“Untuk sementara ini mata pelajaran biologi tersebut dihentikan, menunggu evaluasi dulu yang akan dilakukan pemerintah daerah bersama instansi terkait. Untuk itu diminta kepada masyarakat agar tidak menilai negatif karena pemerintah sudah mengambil alih persoalan ini,” katanya lagi.

Sementara itu, Asisten III Drs Kamaruddin menyebutkan pihaknya telah memanggil pihak sekolah dan dinas kesehatan untuk mengklarifikasi hal tersebut. Menurutnya, kuesioner dari dinas kesehatan itu sebenarnya baik bagi anak didik dimasa puber. “Namun perlu juga dilihat dibalik pelajaran tersebut kiranya mana yang boleh diberikan secara langsung dan yang mana yang perlu dirubah kulitnya,” sebutnya.

“Bukan untuk merubah programnya tetapi hal-hal yang dianggap merugikan bagi pelajar itu sendiri, seperti gambar-gambar yang dinilai prono tidak perlu dibagi-bagikan, cukup dengan diterangkaan saja. Sehingga keislaman Aceh tidak tercemar di mata masyarakat internasional,” ungkap mantan Kadisdik Kota Sabang ini.

Menyangkut Kepala SMPN I Sabang, lanjutnya, dalam hal kedisiplinan pihak Pemerintah Kota Sabang akan melakukan evaluasi, dimana kejadian tersebut memang sengaja dilakukan atau kesalahan miskomunikasi semata.

Sebelumnya, Kepala SMPN I dan pihak Dinas Kesehatan Sabang juga telah meminta maaf terkait kuesioner “alat vital” itu. Kedua lembaga tersebut merasa bersalah dalam menyajikan mata pelajaran biologi itu kepada anak didik usia dini dan dengan lapang dada meminta maaf kepada orang tua murid dan masyarakat Sabang. (jalal)


Sumber : Atjeh LINK

PENTAS SENI DI GELAR DI MEULIGOE BIREUEN

Bireuen - Badan Narkotika Nasional Kabupaten (BNNK) Bireuen, Sabtu (7/9) malam ini, menggelar pentas seni budaya program Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan PeredaranGelap Narkoba (P4GN) di halaman Pendopo Bupati Bireuen.

Ketua BNNK Bireuen, Agussalim kepada Serambi, kemarin, mengatakan, dalam kegiatan itu akan ditampilkan seudati cilik, rabbani wahid, tarian ranup lampuan dan sejumlah kesenian lainnya.

“Pentas seni ini sebagai bentuk penyampaian pesan agar generasi muda tidak terpengaruh narkoba,” katanya. Di sela-sela pergelaran seni, tambah Agussalim, pihaknya juga akan mengadakan ceramah agama. “Kegiatan itu rencananya akan dibuka Bupati Bireuen,” ujarnya.(yus)


Sumber : Serambi

BUKA PEKAN KEBUDAYAAN ACEH (PKA) KE 6, PRESIDEN SBY AKAN DISAMBUT TARIAN MASSAL ACEH

Banda Aceh - Guna menyambut kedatangan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono saat pembukaan Pekan Kebudyaan Aceh (PKA) ke-VI, Lembaga Seulanga Aceh akan menghadirkan tarian massal tradisonal Aceh dengan perfoman 350 penari di hadapan orang nomor satu di negeri ini.

"Insyaallah, bila tidak ada halangan tarian massal akan dimulai pada tanggal 20 September 2013, setelah waktu salat asar," kata Zulkifli Kande saat dijumpain di sela-sela latihan tarian massal di Taman Ratu Safiatuddin kepada Acehonline, Banda Aceh, Jumat, 6 September.

Menurut Zulkiffli, tarian massal yang akan dimainkan nanti mengangkat Keberagaaman kebudayaan yang ada di Aceh, dan ditambah dengan beberapa kekayaan budayaan Aceh lainnya.

"Semua penari tarian massal ini terdiri dari siswa-siwi dari tingkat. SD, SMP, SMA dan Mahasiswa,dengan jumlah 350 penari," kata Zulkifli.

Zul memaparkan, selama latihan berlangsung pihaknya belum mendapat kendala yang berarti, hanya saja latihan tersebut kurang maksimal dikarenakan adanya genangan air dilokasi latihan.

"Anak-anak memang sedikit terganggu latihannya karena adanya air hujan yang tergenang dilokasi latihan, Zul mengaku, pihaknya sudah melaporkan kepada Dinas Pariwisata selaku panitia pelaksana, namun, sejauh ini belum ada tindak lanjut," ungkap Zul. (Dedek Suryadi)


Sumber : Aceh Online

JOKOWI DIMATA ORANG ACEH "


Banda Aceh - Nama Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) disebut-sebut kandidat kuat sebagai calon presiden pada Pilpres 2014 mendatang. Tak sedikit daerah di Nusantara yang menginginkan Jokowi untuk memimpin Bangsa Indonesia.

Bagaimana warga Aceh memandang Jokowi ?

Sapiah, salah seorang penggiat Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) PASKA di Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh mengatakan, Jokowi merupakan sosok pemimpin yang didambakan oleh seluruh rakyat Indonesia, khususnya Aceh.

"Kesederhanaannya, kecakapannya yang selalu mau turun ke lapangan langsung menjadi hal penting untuk bisa menyelesaikan problematika yang sedang dihadapi masyarakat," jelas Sapiah di Aceh, Minggu kemarin (8/9).

Sapiah menegaskan rakyat Indonesia butuh pemimpin yang tidak membuat program di belakang meja. Menurut dia, Jokowi salah satu sosok yang bisa menyelesaikan segala persoalan yang sedang dihadapi bangsa Indonesia.

"Kalau Jokowi jadi calon presiden, saya mau secara sukarela menjadi tim pemenangannya," kata Sapiah.

Dukungan Sapiah terhadap Jokowi menuju RI 1 bukan tanpa alasan. Dari hasil pengamatan Sapiah selama ini, ada banyak keberhasilan yang telah dilakukan oleh Jokowi . Baik sejak menjabat menjadi wali kota Solo, maupun saat menjabat gubernur DKI Jakarta.

"Walaupun masih seumur jagung menjadi Gubernur DKI Jakarta, Jokowi telah banyak keberhasilan yang diperbuat," tuturnya.

Oleh karena itu, Sapiah sangat menginginkan sosok seperti Jokowi memimpin bangsa ini untuk memperbaiki keterpurukan baik ekonomi maupun politik. "Saya berharap Jokowi mau diusung menjadi presiden RI," tutupnya. []



Sumber : Merdeka