"Prihatin Terhadap Kondisi Ekonomi Rakyat Aceh"
Lhoksumawe,BN|Aceh Sumatera National Liberation Front/Atjeh Meurdheka (ASNLF/AM) wilayah Samudera Pasee, melalui rilis yang diterima bongkarnews.com, Jum`at [21/6] menyatakan prihatin atas kondisi sosial, ekonomi dan politik yang berlangsung dewasa ini, khususnya di wilayah Pasee dan Aceh pada umumnya.
"Bahwa secara nyata terjadi kesenjangan di tengah- tengah masyarakat, yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin melarat dan di antara dua golongan tersebut seolah-olah terlihat ada dinding penghalangnya, banyaknya pengangguran, kaum pemodal semakin kaya, eksploitasi besar-besaran terhadap sumber daya alam, kesenjangan sosial. Taraf hidup sebagian besar masyarakat tidak pernah meningkat, sementara ada kelompok rakyat larut dalam gelimang harta. Korban konflik Aceh khususnya anak yatim dan janda serta mantan kombatan GAM, terabaikan dan masih tidak merasakan indahnya reintegrasi, pasca MoU Helsinki yang telah berjalan selama delapan tahun," kata Juru Bicara Aceh Sumatera Nasional Liberation Front/Atjeh Meurdehka (ASNLF/AM) Wilayah Samudera Pasee, Abu Sumatra.
Kesenjangan sosial hari ini katanya semakin memprihatinkan, pergaulan bebas dan narkoba marak di kalangan masyarakat, semua hal negatif demikian juga merupakan konsekuensi dari penetapan sistem asing di bumi Malikussaleh."Jati diri hilang serta identitas kita sebagai suatu bangsa yang berperadaban pun memudar bahkan hampir hilang. Menurut ASNLF, hal ini bukan karena bangsa Aceh tidak memiliki kemampuan, akan tetapi lebih disebabkan oleh sistem penjajahan yang masih terus dilestarikan di atas bumi Aceh dan tidak terlepas dari ulah segelintir yang dipercaya oleh bangsa Aceh untuk berdiplomasi dengan pihak-pihak asing yang terkait, tega bertekuk lutut di depan kaum yang menzhalimi bangsa Aceh lalu mempertontonkannya kepada masyarakat internasional. Harkat, martabat dan kedaulatan sebagai hak seluruh rakyat yang dulunya dimiliki Aceh, kini nyatanya masih tergadaikan," sindirnya melalui rilis yang dikirim melalui email Asnawi Ali.
Dengan dalih menjaga perdamaian tambah Abu Sumatra, MoU di anggap sakral dan tidak dapat diganggu gugat yang nyata hari ini lebih menunjukkan keburukan ketimbang kebaikan, sementara pihak RI semakin melecehkan butir-butir yang terkandung dalam MoU Helsinki itu sendiri. "Menjadikan MoU Helsinki sebagai seolah-olah kitab suci dari langit yang bisa memberikan kontribusi besar bagi bangsa Aceh untuk menuju hidup yang lebih baik dan sesuatu yang tidak bisa dirubah, menurut ASNLF penilaian tersebut adalah salah kaprah, bahkan sebaliknya justru telah mengkebiri hak asasi bangsa Aceh untuk menentukan nasib sendiri. Di samping itu, perlu untuk diketahui MoU tidak memiliki kekuatan berarti dalam tatanan hukum Internasional dan bukanlah suatu perjanjian (agreement) yang bersifat mengikat," urainya.
Dengan demikian lanjutnya, tidak ada yang dapat diandalkan dan diharapkan dari MoU Helsinki oleh bangsa dan rakyat Aceh, malah semakin memecah belah persatuan yang telah terbentuk melalui perjuangan Aceh Merdeka. "Oleh sebab itu, ASNLF/AM menghimbau kepada seluruh komponen bangsa Aceh untuk menyatukan visi dan misi yang sama dalam memperjuangkan hak penentuan nasib sendiri dengan cara-cara yang sesuai dengan norma-norma dalam masyarakat dan dibenarkan oleh hukum international," akhirinya.[rilis]
Lhoksumawe,BN|Aceh Sumatera National Liberation Front/Atjeh Meurdheka (ASNLF/AM) wilayah Samudera Pasee, melalui rilis yang diterima bongkarnews.com, Jum`at [21/6] menyatakan prihatin atas kondisi sosial, ekonomi dan politik yang berlangsung dewasa ini, khususnya di wilayah Pasee dan Aceh pada umumnya.
"Bahwa secara nyata terjadi kesenjangan di tengah- tengah masyarakat, yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin melarat dan di antara dua golongan tersebut seolah-olah terlihat ada dinding penghalangnya, banyaknya pengangguran, kaum pemodal semakin kaya, eksploitasi besar-besaran terhadap sumber daya alam, kesenjangan sosial. Taraf hidup sebagian besar masyarakat tidak pernah meningkat, sementara ada kelompok rakyat larut dalam gelimang harta. Korban konflik Aceh khususnya anak yatim dan janda serta mantan kombatan GAM, terabaikan dan masih tidak merasakan indahnya reintegrasi, pasca MoU Helsinki yang telah berjalan selama delapan tahun," kata Juru Bicara Aceh Sumatera Nasional Liberation Front/Atjeh Meurdehka (ASNLF/AM) Wilayah Samudera Pasee, Abu Sumatra.
Kesenjangan sosial hari ini katanya semakin memprihatinkan, pergaulan bebas dan narkoba marak di kalangan masyarakat, semua hal negatif demikian juga merupakan konsekuensi dari penetapan sistem asing di bumi Malikussaleh."Jati diri hilang serta identitas kita sebagai suatu bangsa yang berperadaban pun memudar bahkan hampir hilang. Menurut ASNLF, hal ini bukan karena bangsa Aceh tidak memiliki kemampuan, akan tetapi lebih disebabkan oleh sistem penjajahan yang masih terus dilestarikan di atas bumi Aceh dan tidak terlepas dari ulah segelintir yang dipercaya oleh bangsa Aceh untuk berdiplomasi dengan pihak-pihak asing yang terkait, tega bertekuk lutut di depan kaum yang menzhalimi bangsa Aceh lalu mempertontonkannya kepada masyarakat internasional. Harkat, martabat dan kedaulatan sebagai hak seluruh rakyat yang dulunya dimiliki Aceh, kini nyatanya masih tergadaikan," sindirnya melalui rilis yang dikirim melalui email Asnawi Ali.
Dengan dalih menjaga perdamaian tambah Abu Sumatra, MoU di anggap sakral dan tidak dapat diganggu gugat yang nyata hari ini lebih menunjukkan keburukan ketimbang kebaikan, sementara pihak RI semakin melecehkan butir-butir yang terkandung dalam MoU Helsinki itu sendiri. "Menjadikan MoU Helsinki sebagai seolah-olah kitab suci dari langit yang bisa memberikan kontribusi besar bagi bangsa Aceh untuk menuju hidup yang lebih baik dan sesuatu yang tidak bisa dirubah, menurut ASNLF penilaian tersebut adalah salah kaprah, bahkan sebaliknya justru telah mengkebiri hak asasi bangsa Aceh untuk menentukan nasib sendiri. Di samping itu, perlu untuk diketahui MoU tidak memiliki kekuatan berarti dalam tatanan hukum Internasional dan bukanlah suatu perjanjian (agreement) yang bersifat mengikat," urainya.
Dengan demikian lanjutnya, tidak ada yang dapat diandalkan dan diharapkan dari MoU Helsinki oleh bangsa dan rakyat Aceh, malah semakin memecah belah persatuan yang telah terbentuk melalui perjuangan Aceh Merdeka. "Oleh sebab itu, ASNLF/AM menghimbau kepada seluruh komponen bangsa Aceh untuk menyatukan visi dan misi yang sama dalam memperjuangkan hak penentuan nasib sendiri dengan cara-cara yang sesuai dengan norma-norma dalam masyarakat dan dibenarkan oleh hukum international," akhirinya.[rilis]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar