Aceh Utara – Konflik bersenjata melawan desentralisasi, kesewenang-wenangan dan ketidakadilan Pemerintah Indonesia di Aceh berkobar setelah Hasal Tiro mendeklarasikan Aceh Merdeka 4 Desember tahun 1976 lalu.
15 Agustus 2005 RI dan GAM kembali berdamai meskipun tidak mendapat apa-apa termasuk keadilan bagi korban pelanggaran HAM. Senjata GAM dipotong AMM dan TNI ditarik dari Aceh, GAM pun kembali menjadi sipil biasa.
Delapan tahun pasca perang melawan ketidakadilan mantan kombatan menguasai parlemen dan Pemerintah Aceh. Sementara eks kombantan GAM dikampung-kampung terus termarginalkan dari kesejahteraan dan pembangunan.
Meskipun perut kosong mereka sangat focus dengan perjuangan untuk mendapatkan kemerdekaan setelah diberdaya tetap sabar menanti kemenangan. Rata-rata mantan kombatan GAM yang menjadi sipil biasa dipedalaman Sawang dan Nisam sebagai daerah hitam saat perjuangan, mereka umumnya terabaikan dari kesejahteraan.
Mereka tetap saja duduk diwarung kopi untuk berdebat dari perjuangan bersenjata hingga perang urat saraf dan membahas misi untuk pencitraan partai politik yang ditemani oleh kopi pancung dan rokok ngutang.
Sementara pekerjaan tidak begitu jelas, apapun dilakoni “asal halal”, beberapa orang di Kecamatan Nisam kegiatannya hanya mengupah dan menjadi buruh di lahan pertanian orang lain dan tinggal dirumah tidak layak huni. Disamping fisik mantan pejuang ini pun tidak bisa bekerja keras akibat bahu dan tangan yang ditembus peluru.
Sulaiman bin Tgk Budiman (Tgk Selangke) (38 thn) salah satu diantara sekian banyak GAM yang masih “terjajah” ekonominya. Dia adalah mantan GAM berasal dari Gampoeng Menasah Alue Kecamatan Nisam, Aceh Utara.
Sulaiman, memiliki seorang istri yang dikarunia 4 orang anak. Dia bergabung dalam Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada tahun 2002 dalam kelompok pasukan Cicem Ujeun-Ujeun yang di komandoi oleh Alm Ma’andah. Dia juga aktif sebagai intelijent GAM disaat para pasukan TNI masuk ke Gampong-gampong untuk melakukan pengepungan sarang awak ateuh (GAM).
Saat perang dihutan-hutan dia sering berpindah-pindah, dan sempat kehilangan dari pasukan atau pimpinannya akibat diserang hingga lari berlawanan arah. Dia pernah juga bergabung dengan pasukan Pirangha, Pasukan Rawon dan Pasukan Ulee Jama’ah yang beranggota 5 orang.
Pada saat 4 Kompi ini bergabung, mereka di kepung oleh pasukan TNI 112 di Teupin Reusep Kecamatan Sawang, Aceh Utara, pada Maret 2004, dia tertembak di pergelangan tangan sebelah kanan dan juga bahu sebelah kiri. Dalam keadian itu 8 kawannya meninggal, mereka adalah Tgk Bidin, Apa Oei, Cot-cot (Ramli), Siloen , Belot Dua, Mentri Hasan dan 2 orang lainnya.
Satu minggu kemudian pergelangan tangan dan bahun kiri nya yang tertembak mulai membusuk, ia sakit-sakitan hingga tiga bulan, tubuhnya sangat lemas akhirnya tangkap TNI 112.
Bersama TNI 112 dia disiksa dan diobati, tidak lama kemudian 15 Agustus 2005 perdamaian pun tiba, dia kembali ke keluarganya dengan fisik yang tidak sempurna lagi.
Setelah pengalaman pahit dialami saat perang, Sulaiman (38) alias Tgk Seulangke, meskipun semasa konflik dia sering bergabung dalam 3 kelompok pasukan GAM, baik pasukan Ticem Ujeun-ujeun, Pirangha, dan Pasukan Rawon, namun sekarang dia tidak diakui sebagai GAM.
“sekarang saya tidak di akui sebagai eks kobantan walaupun badan dan tangan saya cacat karena kena peluru pasukan TNI” Kata mantan kombatan GAM itu di kediamannya, Kamis, 29 Agustus 2013.
Setelah damai Tgk Seulangke hanya mendapat santunan sebesar 10 juta rupiah dari Azhar.
“Setelah itu saya tidak pernah menerima bantuan atau santunan apa-apa lagi, untuk bertahan hidup saya dan keluarga sehari-hari, saya bekerja sebagai pengumpul barang bekas (pileh Broek-Broek) dengan penghasilan yang sangat kurang dan tergantung barang bekas yang berhasil di kumpul untuk di jual ke toke (agen broek-broek) barang bekas” Curhat pasukan perjuangan ini.
Dia juga mempunyai satu orang istri dan 4 anak, anak yang pertama berumur 14 Tahun dan dia putus sekolah akibat biaya, anak yang ke 2 berumur 10 tahun kelas 3 SD, dan yang ke 3 berumur 8 Tahun sedang menempuh pendidikan kelas 2 SD, dan yang keempat baru berumur 1 tahun digendong oleh ibunya. [IHA|TMN|ISB]
---
Sumber : Aceh Baru
15 Agustus 2005 RI dan GAM kembali berdamai meskipun tidak mendapat apa-apa termasuk keadilan bagi korban pelanggaran HAM. Senjata GAM dipotong AMM dan TNI ditarik dari Aceh, GAM pun kembali menjadi sipil biasa.
Delapan tahun pasca perang melawan ketidakadilan mantan kombatan menguasai parlemen dan Pemerintah Aceh. Sementara eks kombantan GAM dikampung-kampung terus termarginalkan dari kesejahteraan dan pembangunan.
Meskipun perut kosong mereka sangat focus dengan perjuangan untuk mendapatkan kemerdekaan setelah diberdaya tetap sabar menanti kemenangan. Rata-rata mantan kombatan GAM yang menjadi sipil biasa dipedalaman Sawang dan Nisam sebagai daerah hitam saat perjuangan, mereka umumnya terabaikan dari kesejahteraan.
Mereka tetap saja duduk diwarung kopi untuk berdebat dari perjuangan bersenjata hingga perang urat saraf dan membahas misi untuk pencitraan partai politik yang ditemani oleh kopi pancung dan rokok ngutang.
Sementara pekerjaan tidak begitu jelas, apapun dilakoni “asal halal”, beberapa orang di Kecamatan Nisam kegiatannya hanya mengupah dan menjadi buruh di lahan pertanian orang lain dan tinggal dirumah tidak layak huni. Disamping fisik mantan pejuang ini pun tidak bisa bekerja keras akibat bahu dan tangan yang ditembus peluru.
Sulaiman bin Tgk Budiman (Tgk Selangke) (38 thn) salah satu diantara sekian banyak GAM yang masih “terjajah” ekonominya. Dia adalah mantan GAM berasal dari Gampoeng Menasah Alue Kecamatan Nisam, Aceh Utara.
Sulaiman, memiliki seorang istri yang dikarunia 4 orang anak. Dia bergabung dalam Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada tahun 2002 dalam kelompok pasukan Cicem Ujeun-Ujeun yang di komandoi oleh Alm Ma’andah. Dia juga aktif sebagai intelijent GAM disaat para pasukan TNI masuk ke Gampong-gampong untuk melakukan pengepungan sarang awak ateuh (GAM).
Saat perang dihutan-hutan dia sering berpindah-pindah, dan sempat kehilangan dari pasukan atau pimpinannya akibat diserang hingga lari berlawanan arah. Dia pernah juga bergabung dengan pasukan Pirangha, Pasukan Rawon dan Pasukan Ulee Jama’ah yang beranggota 5 orang.
Pada saat 4 Kompi ini bergabung, mereka di kepung oleh pasukan TNI 112 di Teupin Reusep Kecamatan Sawang, Aceh Utara, pada Maret 2004, dia tertembak di pergelangan tangan sebelah kanan dan juga bahu sebelah kiri. Dalam keadian itu 8 kawannya meninggal, mereka adalah Tgk Bidin, Apa Oei, Cot-cot (Ramli), Siloen , Belot Dua, Mentri Hasan dan 2 orang lainnya.
Satu minggu kemudian pergelangan tangan dan bahun kiri nya yang tertembak mulai membusuk, ia sakit-sakitan hingga tiga bulan, tubuhnya sangat lemas akhirnya tangkap TNI 112.
Bersama TNI 112 dia disiksa dan diobati, tidak lama kemudian 15 Agustus 2005 perdamaian pun tiba, dia kembali ke keluarganya dengan fisik yang tidak sempurna lagi.
Setelah pengalaman pahit dialami saat perang, Sulaiman (38) alias Tgk Seulangke, meskipun semasa konflik dia sering bergabung dalam 3 kelompok pasukan GAM, baik pasukan Ticem Ujeun-ujeun, Pirangha, dan Pasukan Rawon, namun sekarang dia tidak diakui sebagai GAM.
“sekarang saya tidak di akui sebagai eks kobantan walaupun badan dan tangan saya cacat karena kena peluru pasukan TNI” Kata mantan kombatan GAM itu di kediamannya, Kamis, 29 Agustus 2013.
Setelah damai Tgk Seulangke hanya mendapat santunan sebesar 10 juta rupiah dari Azhar.
“Setelah itu saya tidak pernah menerima bantuan atau santunan apa-apa lagi, untuk bertahan hidup saya dan keluarga sehari-hari, saya bekerja sebagai pengumpul barang bekas (pileh Broek-Broek) dengan penghasilan yang sangat kurang dan tergantung barang bekas yang berhasil di kumpul untuk di jual ke toke (agen broek-broek) barang bekas” Curhat pasukan perjuangan ini.
Dia juga mempunyai satu orang istri dan 4 anak, anak yang pertama berumur 14 Tahun dan dia putus sekolah akibat biaya, anak yang ke 2 berumur 10 tahun kelas 3 SD, dan yang ke 3 berumur 8 Tahun sedang menempuh pendidikan kelas 2 SD, dan yang keempat baru berumur 1 tahun digendong oleh ibunya. [IHA|TMN|ISB]
---
Sumber : Aceh Baru